#ThursdayTalk : Quarter-life Crisis - Galau di usia 25

Beberapa tahun yang lalu ,gue merasa sangat optimis dengan hidup yang gue jalani. Dengan pekerjaan yang dimiliki, menikah dengan pasangan, pindah ke rumah baru. Rasanya hidup guweh sempurna banget. Apalagi sih yang dipengenin seorang anak muda dewasa usia 20-an something, selain pekerjaan yang diinginkan, dan punya pasangan? Harusnya sih udah nggak ada lagi yang menjadi alasan kegalauan yaa, apalagi kalo sampai updates status galau gitu di socmed.
Hati-hati krisis di usia 20an

Tapi tahun ini rasanya semua berubah menjadi terbalik. Pekerjaan yang sebelumnya gue bangga-banggakan, sekarang seperti tidak menarik lagi. Lingkungan teman-teman di sekitar, jadi sekelompok orang yang menjengkelkan. Setiap hari rasanya nggak bersemangat, setiap masuk kantor, gue selalu menyemangati diri sendiri , "Sabar-sabarin yaa.... cuma sampe KPR goal."*eleuh-eleuh..KPR*, Merasa terjebak dengan keadaan, dan gue jadi mulai banyak bertanya-tanya pada diri sendiri,

"Apakah benar, ini pekerjaan yang gue pilih dan membuat gue bahagia?"

"Koq kayaknya gue gini-gini aja, nggak ada pencapaian."

"Trus, mau sampe tua kerja di sini?"

"Kayaknya gue salah tempat deh, ini bukan dunia gue!"

"Pekerjaan engineer begini, nanti kalo udah nggak kerja atau pensiun, punya skill apa?"

"Pengen resign, tapi nanti gimana bayar cicilan?" *plak!*

Sebagai bagian dari generasi 90-an yang hidup saat negara udah damai tanpa gejolak, dan nggak begitu ngerti dengan peristiwa 98. Masa kecil gue selalu diberikan pandangan-pandangan hidup bahagia bergelimang materi sebagai pertanda kesuksesan. Apalagi dengan kondisi orang tua yang bekerja sebagai PNS (dulu kehidupan PNS itu 'minimalis' banget, bo! ), diberi anggapan bahwa orang yang bekerja di perusahaan swasta memiliki kemampuan finansial yang lebih. Dan semua itu harus bisa diraih dengan belajar yang tekun, kerja keras, dan berdoa.

Nggak ada yang salah sih dengan hal itu, nggak ada.

Tapi... setelah sekian belas tahun berlalu, nyatanya hidup nggak semudah 'cocote' Pak Mario. Yah, walaupun gue bukan fansnya MT, dan gue nggak peduli dengan masalahnya MT dan anaknya. *gak nyambung* *yaudah gak urus* *jangan close tab dulu*

Jujur deh, pasti udah punya pengalaman ngelamar kerja di Jakarta itu susah banget, belum lagi dengan alumni perguruan tinggi sekarang banyak. Rasanya nggak afdol deh abis lulus SMU. trus nggak kuliah. Apa yang bisa dibanggain, kalo nggak punya skill yang lebih. Jadi Sarjana? Semua lulusan juga jadi Sarjana. Ditambah dengan kemampuan teknologi dan social media sekarang yang membuat kita bisa mengintip gaya hidup orang lain  yang selalu kelihatan bahagia, kaya, bisa jalan-jalan kemana-mana, nggak pernah ada masalah.

Akibatnya, jadi stress, mulai membanding-bandingkan dengan kehidupan sendiri. Merasa tidak puas dengan pencapaian sekarang. dan memikirkan bagaimana caranya agar bisa keluar dan menemukan jalan baru untuk meraih kehidupan yang bahagia dan sukses.


Saking lamanya gue memikirkan hal ini, gue sampai merasa stress dan mungkin sedikit akan menjadi gila, kalau gue biarkan. Saking stressnya,  gue merasa harus berkonsultasi dengan psikolog untuk menghilangkan rasa galau dan menemukan diri gue lagi. OH, GOD! Sampai sekarang, walaupun begitu banyak pertanyaan dan rasa bosan di kepala gue, sejujurnya gue nggak pernah benar-benar membenci pekerjaan ini.

Setelah bertanya sama Mbah Google *untung cuma mbah google bukan mbah dukun* gue menyimpulkan. Kayaknya... kayaknya nih, gue terkena Quarter-life Crisis.

Apaan sih Quarter-life Crisis itu?

Kalau dilihat dari harafiah, artinya adalah Krisis Seperempat Abad. Tapi nyatanya sindrom ini, nggak hanya menyerang yang usianya 25 tahun aja. Sindrom ini menyerang pada kelompok usia 20-30 tahunan, yang ditandai dengan perasaan galau, kecewa, suka membanding-bandingkan kehidupannya dengan kehidupan orang lain, mudah berpikir negatif tentang dirinya dan kehidupannya, gampang cemas, insecure, bahkan depresi.
Quarter Life Crisis - gambar dari sini

Dan menurut artikel dari The Guardian , sindrom seperempat abad ini mempengaruhi sekitar 86% dari generasi yang hidup akrab dengan internet. Sindrom ini bisa bikin masalah dan bahaya apalagi kalau diwarnai dengan berbagai hal yang menambah beban dan kekecewaan, seperti persaingan karir, merasa menyesal karena salah langkah dalam karir *kayak gue sekarang ini nih*, serta tuntutan untuk segera menikah, baik dari lingkungan sosial ataupun keluarga sendiri.

Berdasarkan penelitian para ilmuwan, ada 5 fase perubahan mentalitas pada orang yang mengidap quarter-life crisis ini :

  1. Merasa terjebak pada pilihan hidup, bingung, seperti tidak punya kendali dengan kehidupannya.
  2. Meningkatnya rasa ingin melarikan diri dari kehidupan yang sekarang, dan merasa harus merubah hidupnya.  
  3. Berhenti dari pekerjaan atau apapun yang membuatnya merasa terperangkap. Dan memulai untuk mempelajari berbagai hal baru untuk mencari tau, jati diri yang sebenarnya.
  4. Mulai membangun kehidupan baru
  5. Mulai membangun komitmen baru yang lebih sesuai dengan mimpi, keinginan dan aspirasinya.

"Trus gimana nih, kayaknya udah cukup gila dengan sindrom ini." 

Krisis seperempat abad ini nggak selalu buruk koq, sist. Bahkan menurut survey, 80% orang yang mengalami, QLC sendiri memberikan pengalaman yang positif, dan memperkuat perubahan baik pada diri kita. Ada caranya koq untuk menghadapi sindrom galau yang satu ini.

Keep calm, Quarter-life Crisis is Normal
Punya perasaan dan pengalaman yang mirip dengan cerita gue diatas? yaa, sama koq. Dan ini adalah hal yang normal untuk kelompok usia 20an. Kita nggak sendirian.

Termasuk orang-orang yang kelihatannya sukses, bahagia, banyak gaya di instagram, dan banyak endorse nya. Sama! Semua orang akan mengalami krisis dalam kehidupannya. Anggaplah sindrom ini sebagai bagian dari fase kita untuk tumbuh menjadi pribadi yang jauh lebih baik.

Share your feelings
Nah, salah satu cara untuk mengurangi dampak dari sindrom ini adalah dengan bercerita dengan orang yang terpercaya. Dengan merasa ada yang mendengar kegalauan itu, beban di hati terasa lepas, dan nggak menyesakkan banget. Atau mungkin seteah cerita kepada orang lain, akan menemukan potensi yang mungkin nggak disadari.

Banyak-banyak Bersyukur
Tengok lagi diri sendiri. Apa saja pencapaian yang sudah didapatkan sekarang? Bersyukurlah dengan apa yang dimiliki sekarang.

Mungkin saat ini gue belum punya kendaraan roda 4, kayak temen-temen. Tapi gue udah punya rumah milik sendiri, dan Insya Allah, tahun depan udah nggak jadi kontraktor. Cukup 2 tahun aja sambil nunggu rumahnya jadi. hahahaha. Alhamdulillah... *tetep aja ini mah sombong* *toyor*

Stop membanding-bandingkan kehidupan kita dengan orang lain. Foto-foto kece di instagram itu mesti kudu wajib lolos seleksi koreksi angle, cahaya, puluhan kali jepret, macem-macem filter, baru bisa diposting, koq. Yah, boleh-boleh aja sih, ngintip-ngintip instagram, tapi jangan di-baperin trus jadi galau.

Do Something Good dan Temukan Potensi Diri
Gue pernah menonton acara TV yang bercerita kegalauan di usia 50 tahun. Bahkan orang tua yang menjelang pensiun pun mengalami galau lho! Nah salah satu cara mengatasi galau, adalah melakukan berbagai hal baru.


Lakukanlah hal-hal positif yang selama ini nggak dilakukan. Misalnya join dengan berbagai komunitas, kayak komunitas blogger misalnya *eeyaaa* atau ibu-ibu pengajian juga boleh. Atau bisa dengan menemukan potensi diri yang membantu secara finansial.

Kalau merasa ada hobi yang dulu pernah rajin dikerjain, enjoy dalam melakukannya, mudah, dan hasilnya excellent, bahkan bisa menghasilkan. Kenapa nggak sih untuk mencoba dan mempelajari lebih dalam dan menjadikan potensi tersebut sebagai pekerjaan impian? :)

Berdoa

Yang terakhir namun juga yang paling penting, yaitu berdoa. Nggak ada kekuatan lain selain Tuhan yang mampu menolong dari kegalauan di usia 20-an ini.


Setelah usaha diatas dilakukan, maka bermohonlah kepada Tuhan, agar diberikan kekuatan dalam menjalani ujian yang membuat diri menjadi lebih baik ini. Mintalah petunjuk kepadaNya supaya nggak salah jalan, apalagi sampai salah langkah yang merugikan diri di masa depan.

Wueeh.... panjang banget kayaknya celoteh gue kali ini. * minum mana minum? * 

Saat ini gue baru menyadari sedang terkena QLC fase 2. Adapun usaha yang sudah gue lakukan salah satunya selain bersyukur, adalah dengan mencoba berbagai hal, dan mencoba menemukan potensi diri yang selama ini terlupakan.

Walaupun begitu, gue merasa beruntung, mendapatkan sindrom seperempat abad ini disaat gue sudah menikah, dan bukan dalam kondisi hamil ataupun udah punya anak. Gue khawatir dengan sifat dan psikis anak kalo ibunya hamil, lagi stress, yee kan. Alhamdulillah... *bersyukur lagi*

Menjadi pribadi di usia 20-30 memang penuh tantangan, yakinlah kita bisa mengendalikan kegalauan ini, untuk menjadi pribadi dan kehidupan yang lebih baik. Kalau punya masalah yang sama, jangan segan comment di bawah yaa, siapa tau ketemu solusinya!

Terima kasih sudah mampir....

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Anggun Fuji
A Wife | An Engineer | Love to talk about Home Decor, Lifestyle and Beauty Things (♥ω♥ )

3 komentar :

  1. aku di awal 20an dan kayanya lagi mengalami quarter life crisis fase pertama Mba hihi :) suka banget tetiba galau liat temen-temen yang kayanya enak banget dapet penempatan kerja di kota besar dengan segala kemudahannya, bisa liburan gampang, ikut kelas ina itu, atau gegara temen nikah duluan dan jadi susah diajak main bareng, dan bla bla bla lainnya. Tapi balik lagi kalo liat ke yang enak-enaknya ya begitu sih, makanya sekarang coba disyukuri aja apa yang ada dan gak ngeluh. Berasa lebih lapang :D

    BalasHapus
  2. Jadi galau begini tuh wajar yah? Bhahahaaa, Alhamdulilah mash normal berarti yak :v

    BalasHapus