Emansipasi kini......??


21 April nih! Pake baju adat dong ya? atau baju profesi?
Peringatan Hari Kartini untuk murid-murid TK & SD jaman gue kecil sih gitu. Pawai, parade baju daerah tiap tahunnya. Didandanin menor udah kayak pemain lenong. "Cosplay" kalo kata anak-anak abege jaman sekarang mah (lah emang udah umur berapa? XD)

Bukan, bukan masalah bagaimana perayaan kartini-nya. Mau pake baju adat kek, baju profesi kek boleh dan sah-sah aja. Author juga lagi pake baju profesi nih. Lagi magang jadi Ibu Rumah Tangga, pake daster. Magang lho ya.. magang. berarti belom jadi ibu rumah tangga beneran. :P Tulisan kali ini nge-bahas tentang Emansipasi. bukan Eman si Sapi yang mau dipotong idul qurban besok.

Gue mengakui, gue adalah salah satu manusia di bumi yang cukup mendukung sebagian (berarti nggak semua) kesetaraan antara pria dan wanita. Karena gue cewek, otomatis gue berada di posisi cewek dong, yang ngerasain juga sebagai objek. Tapi yang sekarang gue bingungin adalah, sebenarnya apa yang dicari para wanita-wanita yang terus menuntut 'Emansipasi' di setiap peringatan hari kartini?



Kesetaraan gender? Kesetaraan gender yang seperti apa yang diingini?

Kesempatan berkarir? sedikit-sedikit sudah mulai dibuka. Yah, walau sedikit. Bahkan salah satu customer gue, yang notabene sebuah perusahaan tambang. pengemudi traktornya itu Wanita! WOW!! Gak usah jauh-jauh, di kantor gue, mayoritas technical helpdesk satelit-nya cewek. Di SMK gue, cewek kerjanya manjat calbe tray, install rak server yang guede-guede bin berat. Ini adalah bukti bahwa wanita mampu melakukan pekerjaan berat sekalipun. Harusnya sih emang dibuka se-lebar-lebarnya kesempatan berkarir dan belajar ini.

Gue sangat mendukung seorang wanita harus bekerja dan memiliki kemandirian finansial. Sebagai imbas dari tindakan dan keluhan laki-laki yang seolah berkata "Cewek cuma doyan belanja, nggak tau susahnya gue cari duit!"  Ew...iyuhh~ nggak mau kan, kalo wanita cuma dianggap sebagai makhluk paling ngerepotin di dunia?

Apasih yang membuat gue sangat mendukung. Wanita harus memiliki kemandirian finansial?

Gue pernah diceritakan sama nyokap. Ketika beliau kecil, ada sepasang suami istri yang kaya raya di kampungnya. Suatu hari, sang suami ketahuan berselingkuh, dan cekcok dengan istrinya sampe teriak-teriak dan kedengaran orang sekampung. Lalu sang suami menghardik istrinya dengan kata-kata 
"Kalo elo, gue cere-in. Paling-paling cuma jadi babu!!"ujar sang suami.
Dan sang istri yang hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga ini hanya menunduk. Tidak lama kemudian, sang suami menikah lagi (dipoligami). Walau begitu, sang suami tidak pernah kelihatan mendatangi istri lama-nya tersebut.

Centralized. Single Point of Failure
Ini lah yang membuat gue sangat bersikeras untuk terus menuntut ilmu. Mengejar karir untuk proteksi diri. Atau walau tidak bekerja kantoran, wanita harus mandiri. Bekerja di rumah pun tidak masalah. Seharusnya pria tidak perlu ketakutan, saat istri nya bekerja. Wanita bekerja itu untuk menopang hidup rumah tangga juga. Sekarang kita mendengar banyak kasus perceraian karena masalah ekonomi. Ekonomi dalah rumah tangga itu ibarat koneksi backbone internet "NO SINGLE POINT OF FAILURE" ketika mainlink income down, masih ada back up link yang menjaga income dan cash flow rumah tangga tidak terganggu. Karena kita tidak pernah tahu akan usia dan takdir di masa depan kan... so jangan sombong deh. :D

Contoh analogi "No Single Point of Failure"
Ada seorang sahabat yang berkata : "Jika seorang wanita memiliki kemandirian finansial, maka ada kecenderungan wanita tersebut dominan." Sayangnya tidak ada yang menjamin laki-laki akan memperlakukan wanita dengan baik. Laki-laki diciptakan dengan diperbolehkan memiliki istri lebih dari satu. Tapi kenyataanya saat ini, 'izin' dari agama tersebut dimanfaatkan untuk pemuas syahwatnya saja. Coba deh, tuh laki-laki yang mengatas namakan 'sunnah nabi' dan kata-kata 'melindungi'. Emangnya ada yang mau poligami sama nenek-nenek? Biasanya sih laki-laki kalo diginiin langsung kicep. :P


Emansipasi kini harus diubah cara pandangnya. Bukan semata-mata hanya kesetaraan gender dalam bentuk asli (murni). Tapi, proteksi terhadap hidup kaum wanita. Wanita tidak seharusnya melupakan takdir dan kodratnya. Pria tetap menjadi Imam dalam keluarga, tapi bukan berarti "pemilik" seorang istri, yang memperlakukannya seperti barang yang dibeli.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Anggun Fuji
A Wife | An Engineer | Love to talk about Home Decor, Lifestyle and Beauty Things (♥ω♥ )

0 komentar :

Posting Komentar